Well Ok, setelah sekian
lama ga nulis sekarang saatnya buat nulis blog lagi :D. Seperti biasa,
sebenernya gue pengen nulis tentang topic kali ini udah dari sekitar dua bulan
lalu. Jadi, tulisan kali ini tentang sebuah film yang berjudul The Divinie
Order yang artinya Tatanan Illahi. Film yang berbahasa Jerman ini gue tonton pada saat acara Europe
on Screen 2018 sekitar awal bulan Mei. Europe on Screen adalah acara festival
pemutaran film-film Eropa (non mainstream) dalam rangka Europe Day yang
diperingati setiap tanggal 9 Mei. Film-film yang diputar adalah film yang ga
ada di bioskop tapi tetep termasuk kategori film bagus dan patut ditonton
karena klo diliat di IMDB ratingnya bagus, rata-rata di atas 7 (dari skala 10).
Ada juga yang ratingnya 6 koma sekian. Europe on Screen ini diselenggarakan
selama 10 hari di pusat-pusat kebudayaan asing yang ada di Jakarta kayak Goethe
Haus, IFI, IIC, Erasmus, juga di tempat pementasan seni-teater kayak Taman
Ismail Marzuki (TIM) & Kine Forum. Awalnya gue berangkat ke Goethe mau nonton
film yang lain, tapi ternyata salah liat jadwal akhirnya yaudah deh nonton film
The Divine Order ini. Ternyata filmnya bagus, ada nilai-nilai sejarah dan
pelajaran yang bisa dipetik. Bagi orang yang suka sejarah kayak gue, pasti
demen banget nonton film model gini. Yaudah langsung aja gini sinopsis filmnya
secara garis besar.
Nora Ruckstuhl adalah seorang wanita yang sudah
berkeluarga dan tinggal di Swis. Dia memiliki seorang suami yang bernama Hans
Ruckstuhl yang bekerja di sebuah bengkel dan 2 orang anak. Nora adalah seorang
ibu rumah tangga yang sehari-hari berpenampilan baju kurung (semacam baju
tradisional pedesaan eropa), mengurus pekerjaan rumah seperti pada umumnya
kayak bersih-bersih rumah, cuci piring, cuci baju, menyiapkan sarapan dan makan
malam untuk keluarga. Swis pada waktu itu sebelum tahun 1971 merupakan negara
di Eropa yang paling konservatif atau kolot terhadap perempuan. Bekerja diluar
rumah adalah hal yang tabu bagi kaum wanita, bahkan berpakaian modis
menggunakan jeans juga tidak umum bagi mereka. Namun, Noura jenuh dengan
kehidupannya yang menurut dia gitu-gitu aja. Akhirnya sedikit demi sedikit dia
mulai penampilannya dengan meubah potongan rambutnya, menggunakan baju kaos dan
celana jeans serta berusaha mencari pekerjaan di luar rumah meskipun Hans tidak
mengizinkannya. Dan benar, banyak tempat menolaknya bekerja karena dia seorang
perempuan.
Di tengah perjalanannya mencari pekerjaan Nora bertemu
dengan seorang wanita tua yang bernama Vroni. Nora akhirnya mengetahui bahwa
Vroni adalah seorang wanita kehilangan sebuah restoran karena dia adalah
seorang perempuan. Sementara suaminya tidak becus mengurus restoran tersebut.
Merasa tidak adil, sepulangnya di rumah Nora berpikir untuk melakukan perubahan.
Hal itu dilakukannya saat suaminya Hans melakukan wajib militer (kayak udah gue
tulis di tulisan sebelumnya, Swis menerapkan wajib militer bagi warganya), dia
mulai menyebar pamflet ke seluruh kota untuk mengumpulkan kaum wanita agar
berani bersuara merubah keadaab dan memiliki hak pilih dalam pemilu. Dia juga
memimpin aksi demonstrasi di tengah kota dan akhirnya mengumpulkan mereka di
sebuah Pizzaria. Namun pada hari itu Hans baru saja menyelesaikan wajib
militernya dan kembali ke kota. Hans kaget melihat banyak pamflet yang
menyuarakan hak-hak kaum wanita dan ada foto istrinya disitu. Akhirnya Hans
menghampiri Nora di Pizzaria tersebut dan menyuruhnya pulang. Hans marah besar
pada Nora dan keesoka harinya di tempat kerja, teman-temannya mencemooh dirinya
karena Nora dianggap telah mekakukan hal yang memalukan dan Hans dianggap tidak
bisa mendidik istrinya.
Nora tidak berhenti sampai disini, kemudian mengumpulkan
wanita-wanita di kota itu untuk melakukan Die
Frauenstreik (Aksi Mogok Wanita). Para wanita meninggalkan rumah mereka dan
berkumpul di rumah milik Vroni. Mereka melakukan pesta dan bersenang-senang
disitu selama beberapa hari. Selama itu juga ditampilkan Hans mengerjakan
berbagai pekerjaan rumah tangga dan terlihat sangat kaku. Pada akhirnya para
suami tidak tahan lagi dan menjemput paksa para istri mereka dari rumah Vroni
pada tengah malam. Saat itulah Vroni mengalami serangan jantung karena kaget dan
meninggal.
Para penduduk kota pun menghadiri prosesi pemakaman Vroni
di gereja. Pada saat itulah Nora memberanikan diri membeberkan ketidakadilan
yang dialami mendiang Vroni, kehilangan restoran disebabkan dia sebagai
perempuan tidak memiliki hak padahal suaminya tidak becus dan sering
mabuk-mabukan. Penduduk kota pun akhirnya banyak yang mulai tersadar. Tidak
lama kemudian diadakan referendum untuk menentukan apakah kaum wanita boleh
meliki hak pilih dalam pemilu (kalo ga salah, Swis adalah satu-satunya negara
di dunia yang menerapkan demokrasi langsung atau demokrasi murni, dimana kebijakan
akan dilempar ke publik untuk dilakukan referendum pemungutan suara apakah
disetujui atau tidak). Akhirnya di akhir film, pada tahun 1971 kaum lelaki dan suami mengatakan
ya untuk memberikan hak suara kepada kaum wanita.
Ok. Jadi gitu sinopsis filmnya secara garis besar. Menurut gue, film ini bertemakan tentang feminisme dan emansipasi wanita. Yang positif dari emansi wanita adalah kaum perempuan misalnya menuntut ilmu setinggi-tingginya, bekerja sesuai keahliannya dan memiliki hak pilih. Tapi ga semua feminisme versi barat bisa kita copy mentah-mentah ke budaya kita karena feminism disana itu sangat bebas nilai dan cenderung tanpa batas. Semoga tulisan ini bisa menambah wawasan. Terima kasih.
Beberapa adegan dalam film (dari berbagai sumber):
No comments:
Post a Comment