Tuesday, July 3, 2018

The Divine Order: Sebuah film yang menggambarkan konservatisme Swis terhadap wanita sampai dengan tahun 1971.

             


Well Ok, setelah sekian lama ga nulis sekarang saatnya buat nulis blog lagi :D. Seperti biasa, sebenernya gue pengen nulis tentang topic kali ini udah dari sekitar dua bulan lalu. Jadi, tulisan kali ini tentang sebuah film yang berjudul The Divinie Order yang artinya Tatanan Illahi. Film yang berbahasa Jerman ini gue tonton pada saat acara Europe on Screen 2018 sekitar awal bulan Mei. Europe on Screen adalah acara festival pemutaran film-film Eropa (non mainstream) dalam rangka Europe Day yang diperingati setiap tanggal 9 Mei. Film-film yang diputar adalah film yang ga ada di bioskop tapi tetep termasuk kategori film bagus dan patut ditonton karena klo diliat di IMDB ratingnya bagus, rata-rata di atas 7 (dari skala 10). Ada juga yang ratingnya 6 koma sekian. Europe on Screen ini diselenggarakan selama 10 hari di pusat-pusat kebudayaan asing yang ada di Jakarta kayak Goethe Haus, IFI, IIC, Erasmus, juga di tempat pementasan seni-teater kayak Taman Ismail Marzuki (TIM) & Kine Forum. Awalnya gue berangkat ke Goethe mau nonton film yang lain, tapi ternyata salah liat jadwal akhirnya yaudah deh nonton film The Divine Order ini. Ternyata filmnya bagus, ada nilai-nilai sejarah dan pelajaran yang bisa dipetik. Bagi orang yang suka sejarah kayak gue, pasti demen banget nonton film model gini. Yaudah langsung aja gini sinopsis filmnya secara garis besar.




Nora Ruckstuhl adalah seorang wanita yang sudah berkeluarga dan tinggal di Swis. Dia memiliki seorang suami yang bernama Hans Ruckstuhl yang bekerja di sebuah bengkel dan 2 orang anak. Nora adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari berpenampilan baju kurung (semacam baju tradisional pedesaan eropa), mengurus pekerjaan rumah seperti pada umumnya kayak bersih-bersih rumah, cuci piring, cuci baju, menyiapkan sarapan dan makan malam untuk keluarga. Swis pada waktu itu sebelum tahun 1971 merupakan negara di Eropa yang paling konservatif atau kolot terhadap perempuan. Bekerja diluar rumah adalah hal yang tabu bagi kaum wanita, bahkan berpakaian modis menggunakan jeans juga tidak umum bagi mereka. Namun, Noura jenuh dengan kehidupannya yang menurut dia gitu-gitu aja. Akhirnya sedikit demi sedikit dia mulai penampilannya dengan meubah potongan rambutnya, menggunakan baju kaos dan celana jeans serta berusaha mencari pekerjaan di luar rumah meskipun Hans tidak mengizinkannya. Dan benar, banyak tempat menolaknya bekerja karena dia seorang perempuan.

 Di tengah perjalanannya mencari pekerjaan Nora bertemu dengan seorang wanita tua yang bernama Vroni. Nora akhirnya mengetahui bahwa Vroni adalah seorang wanita kehilangan sebuah restoran karena dia adalah seorang perempuan. Sementara suaminya tidak becus mengurus restoran tersebut. Merasa tidak adil, sepulangnya di rumah Nora berpikir untuk melakukan perubahan. Hal itu dilakukannya saat suaminya Hans melakukan wajib militer (kayak udah gue tulis di tulisan sebelumnya, Swis menerapkan wajib militer bagi warganya), dia mulai menyebar pamflet ke seluruh kota untuk mengumpulkan kaum wanita agar berani bersuara merubah keadaab dan memiliki hak pilih dalam pemilu. Dia juga memimpin aksi demonstrasi di tengah kota dan akhirnya mengumpulkan mereka di sebuah Pizzaria. Namun pada hari itu Hans baru saja menyelesaikan wajib militernya dan kembali ke kota. Hans kaget melihat banyak pamflet yang menyuarakan hak-hak kaum wanita dan ada foto istrinya disitu. Akhirnya Hans menghampiri Nora di Pizzaria tersebut dan menyuruhnya pulang. Hans marah besar pada Nora dan keesoka harinya di tempat kerja, teman-temannya mencemooh dirinya karena Nora dianggap telah mekakukan hal yang memalukan dan Hans dianggap tidak bisa mendidik istrinya.

Nora tidak berhenti sampai disini, kemudian mengumpulkan wanita-wanita di kota itu untuk melakukan Die Frauenstreik (Aksi Mogok Wanita). Para wanita meninggalkan rumah mereka dan berkumpul di rumah milik Vroni. Mereka melakukan pesta dan bersenang-senang disitu selama beberapa hari. Selama itu juga ditampilkan Hans mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga dan terlihat sangat kaku. Pada akhirnya para suami tidak tahan lagi dan menjemput paksa para istri mereka dari rumah Vroni pada tengah malam. Saat itulah Vroni mengalami serangan jantung karena kaget dan meninggal.

Para penduduk kota pun menghadiri prosesi pemakaman Vroni di gereja. Pada saat itulah Nora memberanikan diri membeberkan ketidakadilan yang dialami mendiang Vroni, kehilangan restoran disebabkan dia sebagai perempuan tidak memiliki hak padahal suaminya tidak becus dan sering mabuk-mabukan. Penduduk kota pun akhirnya banyak yang mulai tersadar. Tidak lama kemudian diadakan referendum untuk menentukan apakah kaum wanita boleh meliki hak pilih dalam pemilu (kalo ga salah, Swis adalah satu-satunya negara di dunia yang menerapkan demokrasi langsung atau demokrasi murni, dimana kebijakan akan dilempar ke publik untuk dilakukan referendum pemungutan suara apakah disetujui atau tidak). Akhirnya di akhir film, pada tahun 1971 kaum lelaki dan suami mengatakan ya untuk memberikan hak suara kepada kaum wanita.

Ok. Jadi gitu sinopsis filmnya secara garis besar. Menurut gue, film ini bertemakan tentang feminisme dan emansipasi wanita. Yang positif dari emansi wanita adalah kaum perempuan misalnya menuntut ilmu setinggi-tingginya, bekerja sesuai keahliannya dan memiliki hak pilih. Tapi ga semua feminisme versi barat bisa kita copy mentah-mentah ke budaya kita karena feminism disana itu sangat bebas nilai dan cenderung tanpa batas. Semoga tulisan ini bisa menambah wawasan. Terima kasih.

Beberapa adegan dalam film (dari berbagai sumber):





 

No comments:

Post a Comment