Hampir sebulan lalu gue ngikutin outbond dari kantor yang bertemakan pelatihan bela negara di Rindam III Siliwangi Lembang Jawa Barat. Ada beberapa hal yang menurut gue menarik untuk dituangkan di atas tulisan ini. Sebenernya udah pengen nulis dari abis balik pelatihan itu tapi yang tersulit dalam melaukan sesuatu bagi gue adalah ngumpulin niatnya itu sendiri dibanding ngerjainnya haha. Jadi baru sempet nulis sekarang.
Mungkin ada sebagian orang yang
dalam benaknya ada pertanyaan, zaman sekarang dimana penjajahan secara fisik
dan perang udah ga ada, perlukah setiap insan warga negara Indonesia memaknai
arti penting bela negara dalam kehidupan sehari-hari? Jawabannya adalah sangat
perlu karena kita lahir, besar dan hidup di Indonesia, inilah tanah air kita. Berdasarkan
penjelasan dari tentara yang ngasih materi waktu itu, ancaman selalu ada.
Sekarang-sekarang ini banyak ancaman-ancaman dari luar dalam berbagai bentuk
yang ingin memecah belah negara Indonesia. Mulai dari terorisme, gerakan
separatis sampai ancaman yang bersifat tidak kasat mata seperti yang sering
disebut oleh Jenderal Gatot, yaitu proxy
war.
Memang secara kultural, bangsa Indonesia
memiliki jiwa patriotisme bawaan yang tinggi sejak lahir. Hal ini dibuktikan
dengan adanya tarian-tarian perang dan senjata tradisional yang dimiliki setiap
daerah di Nusantara. Bukti-bukti ini memang akan membuat negara lain berpikir
seribu kali jika ingin menginvasi militer Indonesia secara langsung. Seluruh
rakyat akan berjuang sampai titik darah penghabisan. Akan tetapi ada cara lain
lebih halus yang dilakukan oleh pihak-pihak lain yang ingin negara ini hancur,
cara halus itu adalah proxy war. Proxy war ini misalnya dengan menginfiltrasi
budaya-budaya asing sehingga generasi muda lebih mencintai budaya lain
dibanding budayanya sendiri yang lama kelamaan membuat generasi muda tidak
mencintai tanah airnya. Juga adu domba antar berbagai elemen bangsa. Mungkin statement tadi terdengar klise tapi akan
saya sampaikan materinya lebih lanjut.
Banyak yang berpikir nasionalisme
seperti yang gue sebut di atas makin kesini semakin ‘usang’. ‘Negara-negara
maju juga semakin borderless di era
globalisasi ini’. Jangan salah. Kita ambil contoh Swis. Negara Swis dikenal
sebagai ‘negara yang tidak mempunyai tentara’. Kenyataannya Swis masih memiliki
tentara! Memang jumlah tentara aktif hanya sekitar 3000 orang, tapi di Swis
diberlakukan wajib militer bagi semua penduduknya, dengan kata lain semua
penduduk swis yang berjumlah 8 juta orang lebih (sensus 2016) adalah tentara!
Si pemateri menjelaskan lebih lanjut sebagai contoh, missal sebuah perusahaan
di Swis, jajaran direksinya memiliki pangkat jenderal. Demikian selanjutnya
sampai jabatan atau posisi paling bawah diperusahaan, pegawainya memiliki
pangkat militer. Penduduk Swis menyimpan senjata-senjata militer
dilemari-lemari rumah mereka. Itulah salah satu alasan kenapa selama ini
walaupun Swis dikenal sebagai ‘negara tanpa tentara’ tapi negara sebesar Jerman
dan negara-negara lain disekitarnya ‘tidak berani’ mengusik Swis.
Ada tiga kategori komponen pertahanan di
dalam sebuah negara yaitu komponen utama (TNI AD, AL, AU), komponen cadangan
(polisi/brimob, satpol PP, satpam, hansip, organisasi bela diri dsb; termasuk
juga misalnya apabila dalam keadaan genting, gedung-gedung perkantoran bisa
dijadikan tempat untuk markas tentara seperti menempatkan rudal-rudalnya di
kaca-kaca gedung atau jalan raya yang bisa digunakan untuk tempat mendarat
pesawat militer dsb, ), dan komponen pendukung. Penduduk sipil yang melakukan
bela negara salah satunya dengan wajib militer tersebut dikategorikan ke dalam
komponen pendukung. Sejauh ini di Indonesia baru ada payung hukum komponen
utama, sementara komponen cadangan* dan pendukung masih belum ada payung hukumnya. *lupa-lupa ingat yg cadangan
Indonesia pada tahun 2017 menurut data
dari Global Firepower Index peringkat militernya berada di ranking 14 dunia,
sementara setahun sebelumnya tahun 2016 berada di rangking 12. Sekilas angka-angka
itu cuma kayak rangking-rangkingan biasa aja, tapi kalo ga salah inget tahun
1998 rangking militer Indonesia berada di peringkat 23. Apa yang terjadi pada
tahun tersebut? Ya, Timor Timur yang sekarang dikenal sebagai Timor Leste,
lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi. Ternyata peringkat angka-angka itu punya efek
tersendiri. Indonesia diserang dari berbagai arah dengan dalih HAM dan
kebebasan menentukan nasib sendiri. Padahal ada alasan lain dibalik semua
gembar-gembor dari negara lain yaitu, penguasaan celah Timor yang banyak
mengandung kandungan minyak.
Saat ini perang banyak terjadi di
negara-negara di kawasan Timur Tengah. Salah satu analisis mengatakan bahwa alasan
berkecamuknya perang di Timur Tengah adalah sumber energi yang ada sekarang
banyak ditemukan disana sehingga jadi rebutan banyak negara-negara lain.
Prediksi cadangan minyak dunia akan habis sekitar tahun 2050 mendatang dan
kemudian perebutan sumber energi tersebut akan berpindah ke negara yang berada
di kawasan tropis khatulistiwa, salah satunya Indonesia. Bukan tidak mungkin
negara-negara tropis di kawasan khatulistiwa tersebut akan menjadi rebutan
negara-negara lain.
Jadi itu salah satu materi yang gue
dapet dari pelatihan bela negara untuk penduduk sipil. Ya memang pelatihan ini Cuma
2 hari dan ga seberat diklat atau latihan dasar militer (latsarmil), tapi
lumayan lah bisa ngasih wawasan baru yang penting. Semoga bemanfaat…
No comments:
Post a Comment