Sekian lama menahan keinginan menulis karena belum ada waktu, kali ini gw mau nulis tentang sistem pemerintahan di negara demokratis. Tulisan ini bukan tentang politik praktis, tapi lebih ke pengetahuan secara umum aja. Menurut hemat gw ga semua hal tentang politik itu harus dihindari perbincangannya atau pembahasannya karena ada yang namanya politik kebangsaan misalnya yang sangat jauh berbeda dengan politik praktis. Termasuk tulisan ini. Sistem pemerintahan di negara demokratis secara garis besar dibagi menjadi 3 : Presidensial, Parlementer dan campuran keduanya atau Semi-Presidensial. Kita bahas satu persatu.
Sistem Presidensial
Sistem presidensial adalah sistem pemerintahan dimana kepala negara & kepala pemerintahan dipegang oleh seorang presiden. Presiden sebagai kepala negara sifatnya lebih ke seremonial seperti menghadiri acara kenegaraan, menerima duta besar, sementara presiden sebagai kepala pemerintahan (dibantu oleh menteri-menterinya) berarti sebagai eksekutif pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah yang sudah dibuat oleh legislatif.
Kelebihan sistem ini adalah pembagian antara eksekutif dan legislatif sangat jelas. Presiden bukan berasal dari anggota parlemen. Namun tetap presiden mempunyai kewenangan untuk mengajukan undang-undang ke parlemen ataupun menolak undang-undang yang diajukan parlemen (tergantung negaranya). Masa pemerintahan presiden juga relatif stabil karena parlemen (legislatif) tidak bisa mencopot seorang presiden dan untuk meng-impeach presiden cukup sulit selama presiden tidak melakukan tindak kriminal/kejahatan luar biasa.
Sementara kekurangan sistem ini adalah pertanggung-jawaban presiden tidak jelas kepada siapa karena presiden tidak bertanggung jawab terhadap parlemen. Terkadang juga ketika presiden dikritik terkait kebijakannnya sebagai kepala pemerintahan yang memang harus dikritik habis-habisan terkait kebijakannya., hal tersebut mempengaruhi marwahnya sebagai kepala negara yang menurut saya sebenarnya kepala negara fungsinya selain seremonial juga untuk menyatukan rakyat dengan gagasan-gagasan besarnya. Sederhananya, kepala negara & kepala pemerintahan memang memiliki fungsi yang berbeda satu sama lain, sehingga ketika dijabat oleh seorang yang sama, hal itu akan menjadi rancu. Jika dilihat di dunia, negara maju yang menerapkan sistem ini hanyalah Amerika Serikat.
Sistem Parlemeter
Sistem parlementer adalah sistem pemerintahan dimana kepala negara & kepala pemerintahan dipgang oleh dua orang yang berbeda. Kepala negara sifatnya hanya seremonial bisa dipegang oleh raja atau ratu jika berbentuk monarki atau oleh presiden jika berbentuk republik. Sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Seorang perdana menteri (kanselir di Jerman, taoiseach di Irlandia), biasanya juga berasal dari anggota parlemen yang partainya memiliki suara terbanyak dari pemilu. Inilah yang dikatakan bahwa pembagian antara legislatif & eksekutif kurang jelas.
Palace of Westminster, kantornya Parlemen Inggris (sumber: britainexpress.com) |
Kelebihan sistem ini adalah pertanggung-jawaban yang jelas dari perdana menteri terhadap parlemen. Parlemen dapat memberikan mosi tidak percaya kepada perdana menteri apabila pertanggung-jawaban terkait kebijakannya dinilai tidak bagus atau sederhananya kinerja perdana menterinya buruk. Perdana menteri sebagai kepala pemerintahan bisa dikritik habis-habisan tanpa khawatir menurunkan marwah kepala negara sebab posisinya dijabat oleh dua individu yang berbeda.
Kekurangan sistem ini dikarenakan parlemen dapat mencopot perdana menteri melalui mosi tidak percaya, apabila koalisi partai pengusung pemerintahnya tidak solid, maka stabilitas pemerintahannya menjadi kurang akibat sering berganti-gantinya perdana menteri dengan mekanisme diadakannya pemilu terlebih dahulu. Hal ini berimplikasi juga pada kurang efisien dan efektifnya terkait hasil dari kebijakan pemerintah yang belum bisa dirasakan oleh rakyat karena perdana menterinya bolak-balik diganti.
Sistem Semi-Presidensial
Sistem ini merupakan gabungan antara keduanya. Sama-sama terdapat presiden dan perdana menteri seperti halnya dalam republik parlementer, namun disini fungsi presiden tidak hanya kepala negara seremonial belaka namun lebih luas juga dalam hal eksekutif (terutama dalam hal keamanan nasional, kebijakan luar negeri, pemegang komando tertinggi angkatan bersenjata). Fungsi perdana menteri tetap sebagai kepala pemerintahan terutamanya kebijakan domestik dalam negeri. Presiden memiliki wewenang untuk mengajukan seorang perdana menteri yang nantinya parlemen akan menyetujui atau tidak. Perdana menteri tetap bertanggung jawab terhadap parlemen dan bisa dicopot oleh parlemen melalui mosi tidak percaya.
Elysee Palace, kediaman Presiden Perancis. (sumber: Wikipedia) |
Terdapat 2 subtipe dalam sistem semi presidensial. Pertama premier-presidensial, subtipe dimana sebenarnya lebih condong seperti sistem parlementer, terutama dalam aspek parlemen dapat mencopot perdana menteri dengan mosi tidak percaya, sedangkan presiden tidak bisa. Negara yang menganut subtipe pertama misalnya Perancis. Sementara yang kedua adalah presidensial-parlementer, yang lebih condong seperti sistem presidensial. Dimana presiden dan parlemen keduanya sama-sama dapat mencopot seorang perdana menteri. Negara yang menganut subtipe kedua misalnya Rusia. Jika dilihat dari sisi kewenangan eksekutif, subtipe yang pertama terbagi kekuatannya antara presiden dan perdana menteri. Sementara yang kedua memberikan kewenangan yang lebih besar terhadap presiden.
Kelebihan sistem campuran ini adalah 'masa pemerintahan' bisa tetap stabil karena presiden sebagai 'kepala negara eksekutif' tidak mudah diimpeach oleh parlemen, namun tetap ada pertanggung-jawaban yang jelas kepala pemerintahan yang sesungguhnya yaitu perdana menteri terhadap parlemen, khususnya mengenai kebijakan domestik hari ke hari di dalam negeri. Meskipun perdana menterinya berganti namun presidennya masih tetap sama selama lima tahun ke depan, sehingga presiden akan tetap mengajukan nama perdana menteri dengan visi misi yang sama dengannya. Hanya berbeda dalam hal teknis implementasinya (tergantung si perdana menterinya).
Kekurangan sistem ini adalah adanya dualisme eksekutif yang bisa menyebabkan ketidak efisienan dan keefektifan dalam pengambilan kebijakan. Antara presiden dan perdana menteri bisa saling 'memveto' melalui kewenangannya masing-masing. Contoh lain misalnya di Perancis sebelum tahun 2000, masa jabatan presiden selama 7 tahun, sedangkan pemilihan legislatif selama 5 tahun. Jika partai pemenang legislatifnya berbeda dengan partai sebelumnya (baca: partainya si presiden), maka kemungkinan perdana menteri akan berasal dari partai yang berbeda dengan presiden. Hal ini disebut dengan kohabitasi yang akan sangat berpengaruh pada sistem dengan dualisme eksekutif tersebut. Posisi perdana menteri juga bisa dijadikan kambing hitam oleh presiden apabila kebijakan nasional atau luar negeri yang diambil oleh presiden banyak ditentang oleh warganya.
Pendapat Pribadi
Jika ditanya sistem mana yang terbaik, tentunya setiap sistem memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tidak ada yang sempurna 100%. Namun demikian, jika saya harus memilih, maka saya akan memilih sistem pemerintahan semi-presidensial (khususnya premier-presidensial karena pembagian kekuatan lebih proporsional antara presiden & perdana menteri, sedangkan presidensial-parlementer cenderung presiden sebagai 'one man show' dan negara pewaris Soviet yakni Rusia nyatanya masih sangat kental dengan nuansa kediktatorannya). Kenapa semi-presidenial? karena sebagai sistem campuran dari presidensial dan parlementer, sistem ini saling melengkapi kelebihan dan kekurangan dari keduanya.
Tidak jarang di negara-negara yang menerapkan sistem presidensial, ketika si presiden dikritik terkait kebijakannya dalam pemerintahan, si pengkritik malah diadukan kepihak berwenangan dengan alasan melecehkan 'simbol negara'. Padahal seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan memang berbeda. Kepala pemerintahan memang harus dikritisi habis-habisan (secara objektif tentunya) terkait kebijakan-kebijakannya, sementara kepala negara lebih bersifat seremonial, menyatukan rakyat dengan gagasan-gagasan besarnya sebagao'spirit of the nation'. Jika hal antara kedua posisi tersebut adalah satu individu yang sama hal itu akan menyebabkan kerancuan seperti di atas. Sistem pertanggung jawabannya juga kurang jelas karena presiden sebagai kepala pemerintahan tidak bertanggung-jawab terhadap parlemen dan sebaliknya parlemen juga tidak bisa menjatuhkan mosi tidak percaya kepada presiden. Disatu sisi jika menggunakan sistem parlementer, keberlangsungan pemerintahan relatif tidak stabil dan bisa berganti sewaktu-waktu. Hal ini akan menyebabkan ketidak efisienan dan kefektifan dalam roda dan output kebijakan pemerintah karena terlalu sering berganti. Terasakan baru menteri pendidikan yang diganti saja, kurikulumnya selalu berbeda-beda, bisa dibayangkan kalau yang berganti terus dalam waktu relatif singkat sebelum lima tahun adalah si perdana menteri (menteri utama yang mengetuai menteri-menteri dalam kabinetnya).
Dengan sistem semi-presidensial, perdana menteri sebagai kepala pemerintahan bisa dikritik habis-habisan tanpa mengurangi marwah presiden sebagai kepala negara. Walaupun secara tidak langsung nantinya presiden akan tetap bertanggung-jawab atas seberapa lama si perdana menteri itu bertahan, Bisa saja presiden mencopot perdana menteri jika dirasa kebijakannya tidak tepat sasaran bagi warga negaranya, ekonomi negara dll (disatu sisi ini juga bisa jadi kelemahan semi-presidenial, perdana menteri seperti jadi kambing hitam oleh presiden) atau si parlemen menjatuhkan mosi tidak percaya kepada si perdana menteri. Meskipun perdana menterinya berganti, tapi setidaknya kepala negara yang memiliki wewenang eksekutif cukup besar masih sama, sehingga untuk urusan keamanan nasional, kebijakan luar negeri masih akan tetap sama dan juga secara tidak langsung visi kebijakan dalam negerinya akan tetap sama karena perdana menteri berikutnya akan tetap diajukan dari partai yang sama oleh presiden yang tentunya sevisi dengannya.