Kali ini gua mau nulis seputar
pengalaman selama hampir 2 bulan terakhir pake kendaraan umum di Jakarta
setelah sekian lama merantau ke kota lain. Dalam rangka menyelesaikan studi
untuk menjadi seorang Apoteker lulusan Farmasi Universitas Gadjah Mada, setiap
mahasiswa di wajibkan mengikuti Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang mana
salah satunya ditempatkan di industri farmasi. Well tapi gua ga bakal banyak cerita tentang itu disni, yang mau
gua tulis adalah pengalaman menggunakan transportasi publik untuk menuju tempat
PKPA itu di daerah Simatupang Jakarta Selatan, daerah yang terkenal macet
karena disitu isinya perkantoran semua.
|
Macet di sekitar Jalan Tanjung Barat Raya |
Awalnya gua berangkat kesana dari
rumah di Klender Jakarta Timur naik motor, jaraknya sekitar 23 kilo. Berangkat
dari rumaj jam 5.30 sampai di kantor sekitar jam 7.00 bahkan kadang lebih jam
7.30, edan! Selama kurang lebih 2 minggu gua berjibaku sama macet tiap
berangkat dan pulang. Belum lagi sekarang dimana-mana lagi gencar-gencarnya
pembangunan, bikin jalan tol misalnya kayak di kalimalang. Ngga banget deh
pokoknya. Akhirnya karena merasa kecapean di jalan. Gua putuskan untuk
berangkat naik kereta commuter line. Gua beli kartu multi trip (KMT). Jadi
kereta commuter line itu sistem pembayarannya tergantung jarak per kilometer
yang kita tempuh, penumpang akan diberikan kartu Tiket Harian Berbayar (THB)
pada saat pembayaran di loket untuk nantinya di tap in dipintu masuk stasiun
dan tap out dipintu keluar stasiun tujuan. Dimana per 25 kilometer pertama akan
dikenakan tarif sebesar 3 ribu rupiah dan setiap 10 kilometer berikutnya akan
dikenakan tariff seribu rupiah. Dengan adanya KMT ini, penumpang ga perlu
bolak-balik bayar di loket tiap mau naik commuter line, tapi otomatis akan
motong saldo yang ada di KMT tersebut. Penumpang bisa top up saldo berapapun
yang diinginkan dan minimal saldo terakhir saat melakukan tap out sebesar 13
ribu, kalo kurang dari itu akan dikenakan suplisi sebesar 50 ribu. Tapi pada
akhirnya gua beralih menggunakan kartu serba guna e-money, yang bisa dipakai
buat bayar kereta dalam kota, busway, belanja di indomaret, bayar toll, bayar parker,
dll. Pemerintah emang lagi menggalakan pembayaran non tunai ini, katanya sih
salah satu keuntungannya itu buat menekan inflasi karena jumlah uang yang
beredar akan berkurang.
|
Kartu e-money |
Selanjutnya setiap pagi gua berangkat dari stasiun klender baru,
pertama-tama naik commuter line ke arah Jakarta Kota. Commuter line ini
sistemnya transit. Gua transit di stasiun manggarai untuk berganti kereta
jurusan Bogordan turun di stasiun Tanjung Barat. Lama waktu perjalanan cuma
satu jam kurang. Arus kepadatan penumpang commuter line kalo pagi hari paling
padat di arah yang menuju pusat kota kayak sudirman, karet, cikini, juanda dll.
Itu merupakan tujuan bagi pekerja-pekerja dari pinggir kota seperti bekasi,
depok tangerang dll. Sedangkan arah pasar senen meskipun menuju ke tengah kota,
penumpangnya relatif tidak terlalu ramai. Untuk mengantisipasi hal tersebut gua
selalu berangkat sebelum jam 6 biar ga terlalu umpel-umpelan di kereta. Pernah
suatu saat keretanya terlambat, alhasil gua yang udah siap di stasiun dari jam
6 kurang harus umpel-umpelan naik kereta karena penumpang udah numpuk di
stasiun, bahkan 2-3 kedatangan kereta berikutnya baru bisa naik. Gile. Untuk
tujuan Bogor di pagi hari relatif sepi karena melawan arus ke pinggir kota
berlawanan dengan arah arus pekerja tadi, jadi ga pernah umpel-umpelan malah
sering dapet tempat duduk. Arus penumpang commuter line pada sore hari
berkebalikan dengan sebelumnya, yang ramai yang kearah pinggir kota. Tapi
sempet juga beberapa kali pas pulang kereta tujuan bekasi udah stand by di
manggarai dan penumpangnya ga terlalu ramai.
|
Kereta Commuter Line |
|
Suasana transit di Stasiun Manggarai |
Selama menggunakan kereta sampai
stasiun Tanjung Barat, dalam rangka ngirit ongkos, gua milih jalan kaki sampai
kantor yang jaraknya sekitar 1 kilo. Berhubung 3 hari terakhir PKPA bertepatan
dengam masuknya bulan Ramadhan 1438 H, agak melelahkan kalo pagi-pagi harus
jalan sejauh itu. Akhirnya gua putuskan buat berangkat naik busway (Trans
Jakarta). Berbeda dengan kereta, sistem pembayaran busway dikenakan tarif flat
dimana jam 5-7 pagi sebesar 2 ribu, antara jam 7 pagi – 12 malam sebesar 3500.
Busway juga ada layanan malam hari jam 12 malam sampai 5 pagi tarifnya juga
sebesar 3500 ribu rupiah, tapi ga semua koridor ada layanan tengah malam
itu. Ada juga bis feeder (pengumpan)
Trans Jakarta yang ukurannya lebih kecil. Biasanya melalui jalan-jalan yang
lebih kecil dan tidak dilalui oleh Busway. Untuk feeder ini tarifnya sama
seperti busway dan selama kita tidak keluar koridor antara busway dan feeder,
maka tidak dikenakan tarif lagi saat berpindah dari busway ke feeder maupun
feeder ke busway. Sementara kita naik busway harus menggunakan kartu pembayaran
non tunai, untuk feder masih bisa menggunakan pembayaran secara cash saat
penumpang sudah naik ke dalam feeder dari halte umum, petugas akan menarik tarif.
Namun dikarenakan Electronic Data Capture (EDC) hanya untuk kartu Flazz, maka
pemunpang yang tidak memiliki kartu tersebut diperbolehkan bayar pake uang
langsung.
|
Selain bisa naik dari halte bis umum, bisa juga naik feeder busway dari tempat yang bertanda seperti ini |
|
Feeder Busway, sejenis bis kecil yang di desain seperti Busway |
|
Di dalam feeder busway jurusan Stasiun Tebet - Karet |
Pertama kali naik Busway setelah
sekian lama ga naik (terakhir naik pas SMA) jam setengah 6 pagi, awalnya dari
halte perumnas Klender naik busway arah Kampung Melayu dan turun di halte fly
over Jatinegara buat transit tapi ternyata Busway jurusan Kampung Rambutan
datangnya tiap 1 jam sekali, mungkin karena ga banyak yang menuju kesana.
Sekarang di setiap halte busway dipasang monitor yang berisi informasi waktu
kedatangan bus beserta tujuannya. Akhirnya gua balik lagi untuk transit di
Kampung Melayu untuk menuju ke Kampung Rambutan.
|
Busway jurusan Kampung Melayu - Kampung Rambutan |
Busway jurusan Kampung Melayu ke
Kampung Rambutan PP punya 2 jalur, satu via tol HEK satu lagi lewat jalan
biasa. Pernah sekali gua dapet yang via tol HEK. Lumayan nyingkat waktu banget.
Sampai di Kampung Rambutan gua transit naik feeder busway tujuan Lebak Bulus
dan turun persis di depan kantor. Jadi ga perlu cape-cape jalan 1 kilo lagi
kayak dari stasiun, haus lagi puasa haha. Lama waktu perjalanan sekitar 1 jam
kurang kalo dapet Busway yang lewat jalan tol tapi kalo lewat jalan biasa
sekitar 1,5 jam.
|
Sekarang hampir di setiap halte busway ada layar berisi informasi jadwal kedatangan bis |
Itulah pengalaman gua naik
transportasi umum di Jakarta setelah sekian lama ga di Jakarta. Menurut gua
moda transportasi umum di Jakarta sekarang lebih baik dibanding 5 tahun lalu
waktu gua masih SMA. Commuter line pake sistem transit, pedagang asongan
dilarang masuk kereta bahkan stasiun, stasiun hanya diperuntukan untuk
orang-orang yang mau naik kereta, semua kereta dalam kota pakai AC, dan tarifnya pun murah, jadi sangat
menambah kenyamanan penumpang. Sedangkan busway juga sekarang koridornya jauh
lebih banyak bahkan ditambah Trans Jabodetabek sampai ke daerah-daerah penyangga
seperti bekasi, tangerang dan depok, kemudian ada juga jalur-jalur yang dilalui
feeder busway.
|
Macet parah disalah satu ruas jalan ibu kota. Foto oleh: Wisnu Satrio Pambudi |
Suka tidak suka, mau tidak mau Jakarta
memang harus membangun moda Transportasi umumnya yang saling terintegrasi satu
sama lain untuk mengatasi masalah kemacetan yang semakin parah karena banyak
orang yang menggunakan kendaraan pribadinya. Beberapa tahun ke depan Jakarta
bakal punya Sky Train (kereta Bandara), Kereta Light Rapid Transit (LRT) dan
kereta Mass Rapid Transit (MRT). Gua salah satu orang yang optimis kalo
kemacetan Jakarta bisa di atasi, asal transportasi umum tersebut dibangun dan
dikelola secara baik dan professional. Dan kita sebagai warga maupun orang yang
bekerja di Jakarta mari kita bantu dan sukseskan pemprov DKI khususnya dalam
mengatasi masalah kemacetan dengan cara menggunakan transportasi dalam
keseharian kita. Serius deh asal transportasinya nyaman, tarifnya terjangkau
dan yang pasti aman, naik kendaraan umum jauh lebih cepat dan ga cape daripada
harus bawa motor atau mobil sendiri dan harus macet-macetan berjam-jam.